Sabtu, 26 Maret 2011

keunggulan perdagangan ritel

Yuli yanti (31208464)
3DD03


Sumber dan Produk Line

Untuk menuju titik optimal tadi, perusahaan harus melakukan pengembangan produk baru, maupun product pruning/ mematikan produk produk tertentu. Pengembangan produk baru harus dilakukan dengan frekuensi yang cukup, serta selalu didukung oleh marketing budget yang cukup besar, agar peluang suksesnya lebih tinggi. Tetapi karena pemasaran itu bukan eksakta, maka pasti ada produk baru yang gagal. Nah, kalau suatu produk itu gagal, sehingga setelah suatu kurun waktu yang cukup lama, kontribusi penjualannya tetap kecil sekali, maka produk demikian ini perlu di-pruning.
Kita tidak perlu malu untuk melakukan product pruning, karena Unilever, IBM, Coca Cola dan perusahaan multinasional yang paling hebat sekalipun, pernah gagal. Di Indonesia saja Unilever pernah mematikan Pomade Erasmic, serta juga Elida Beauty Plan.Hanya dengan kombinasi pengembangan produk baru, plus pruning product, perusahaan bisa mempertahankan product line yang optimal.
Di sini banyak perusahaan yang seperti terlalu keberatan gengsi, untuk melakukan pruning product. Apalagi kalau harus menutup seluruh divisi. Padahal produk dengan kontribusi sales yang terlalu kecil sekali, hanya merepotkan semua pihak. Pabrik harus bekerja tidak efisien, karena setiap kali mesin harus distel untuk membuat produk yang begitu sedikit. Lalu salesman juga harus membawa produk yang begitu banyak dalam kanvasnya keluar kota. Belum lagi tempat yang harus disediakan dalam gudang, beserta segala kerepotannya. Lalu, tentu akan ada modal mati untuk menyediakan bahan bakunya, serta modal mati berupa piutang usaha yang biayanya cukup tinggi, karena produknya kurang laku.
Sebagai pedoman umum bisa dikatakan, bahwa perusahaan besar sebaiknya mempunyai product line yang relatif lengkap. Sedang perusahaan sedang dan kecil, sebaiknya mempunyai suatu limited product line. Alasannya, seperti sudah diketahui, adalah sumber daya yang terbatas untuk perusahaan kecil. Dengan suatu limited product line, maka akan lebih terjadi konsentrasi/fokus sehingga peluang berhasil juga akan lebih tinggi.
Karena itu kita melihat Toyota dan IBM, yang relatif lebih lengkap product line-nya. Toyota punya kelas sedan lux mulai dari Crown, Cressida, Corona, Corolla hingga Starlet. Mereka bahkan juga punya truk dan Kijang. Tetapi mereka tidak punya pick-up kelas 1.000 cc! Karena itu penulis sengaja menggunakan kata relatif lebih lengkap. Demikian juga IBM. Mereka mewakili dari supercomputer, minicomputer, hingga personal computer. Tetapi kembali lagi, IBM tidak membuat komputer yang berupa mainan anak kecil. Mungkin segmen yang terlalu bawah dipandang kurang menguntungkan untuk perusahaan sebesar Toyota dan IBM.
Sebaliknya, Honda dan Apple, lebih terbatas product line-nya. Di sini Honda dulu juga punya mobil pick-up atau Honda Life, yang sangat kecil itu. Tetapi kini mereka hanya main di Civic dan Accord. Begitu juga dengan Apple, yang hanya main di segmen personal computer. Dengan sumber daya yang jauh lebih terbatas, mereka ingin lebih mengonsentrasikan diri di satu-dua segmen saja.
Titik optimal itu terdiri dari berapa produk? Jawaban yang pasti dan eksakta tentu tidak ada, karena semua perusahaan punya karakteristik industri yang berbeda beda.
Namun titik optimal itu terdiri dari 3-5 produk, atau belasan, atau mungkin bahkan puluhan, dipengaruhi oleh beberapa faktor utama. Yang pertama tentu sumber daya keuangan perusahaan. Seberapa jauh kita bisa membiayai laju pertumbuhan perusahaan kita sendiri.
Yang kedua, tentu keadaan persaingan. Makin ketat persaingan, product line-nya harus makin terbatas. Ketiga, kemampuan perusahaan untuk menghasilkan produk yang lebih differentiated (unik), atau lebih baik. Kalau perusahaan mau membuat mobil pick up 1.000 cc, tentu harus ada differensiasi atau kelebihan yang signifikan. Sebab kalau produknya sama saja dengan pesaing, alias me-too, maka kemungkinan sukses akan tipis sekali.
Akhirnya, market size tentu ikut menentukan seberapa jauh titik optimal yang cocok itu. Kalau market besar sekali seperti untuk mobil, maka membuat Civic dan Accord saja sudah cukup. Sebaliknya, kalau market size-nya kecil, maka kita tentu membutuhkan lebih banyak produk.
refrinal.blogspot.com/2008/05/produk-line-harus-lengkap.html



Pemberdayaan perdagangan ritel

Kurangnya bargaining power dalam menghadapi supplier-nya. Sementara itu, tantangan persaingan global menuntut keberadaan UKMK Bidang Ritel yang sehat, berdaya saing,dan berkembang secara berkelanjutan(sustainable). Dipandang perlu pula adanya upaya-upaya serius untuk melindungi kehidupan berbisnis UKMK Bidang Ritel dari tantangan persaingan peritel global. Adalah merupakan suatu urgensi bagi peningkatan kapasitas UKMK menjadi tempat belanja alternatif (ritel modern) yang mampu bersaing dengan peritel dari jaringan konglomerasi dengan mengangkatnya dari kondisi marjinal akibat tekanan persaingan. Dengan kata lain, adalah saatnya untuk memulai gerakan pemberdayaan UKMK Bidang Ritel ini melalui sosialisasi praktek perdagangan ritel modern yang berkeadilan, dengan kepemilikan usaha yang diperluas, memiliki multi-peran sebagai Agen Pemberdayaan bagi Masyarakat Pebisnis Ritel dan Pemasoknya yang berskala UKMK disamping tujuannya mendapatkan keuntungan usaha, dan memiliki komitmen bagi pembelajaran masyarakat sehingga mampu membangkitkan ghirah kewirausahaan.
Dari sisi kelembagaan, perbedaan karakteristik pengelolaan pasar modern danpasar tradisional nampak dari lembaga pengelolanya. Pada pasar tradisional, kelembagaan pengelola umumnya ditangani oleh Dinas Pasar yang merupakanbagian dari sistem birokrasi. Sementara pasar modern, umumnya dikelolaoleh profesional dengan pendekatan bisnis. Selain itu, sistem pengelolaanpasar tradisional umumnya terdesentralisasi dimana setiap pedagang mengatursistem bisnisnya masing-masing. Sedangkan pada pasar modern, sistempengelolaan lebih terpusat yang memungkinkan pengelola induk dapat mengaturstandar pengelolaan bisnisnya. Dari aspek kebijakan, dapat dijelaskan bahwapemerintah telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan tentang penataan perpasaran.
Keunggulan perdagangan ritel
A. Setting Up Jasa Retail Baru
SIEN Consultants akan melakukan konsultasi dan training untuk membuka jasa retail baru dengan system maintenance yang disepakati bersama. Dalam set up jasa retail baru kami memulai dari feasibility study, pembuatan bisnis plan, konsultasi manajemen, pembentukan prosedur, develop software retail hingga promosi dan maintenance. Layanan kami bersifat integrated system dimana setiap aspek yang kami berikan mulai dari awal hingga aspek operasional kami develop sehingga memiliki peran dan fungsi yang maksimal.
Karena itu, ada beberapa tahap yang akan kami jalankan yaitu:
1. Study Kelayakan Usaha Retail (Retail Feasibility Study)
Dalam Study kelayakan usaha retail ini, kami melakukan analisa, survey market, competitor, trend pasar, analisa hukum, analisa aspek keuangan, aspek manajemen organisasi, manajemen pemasaran hingga menjadi sebuah laporan study kelayakan usaha retail yang bisa menjadi bahan keputusan penting dari pihak klien.
2. Perencanaan Bisnis Retail (Retail Business Plan)
Hasil dari study kelayakan usaha retail yang sudah kami lakukan kemudian kami bentuk dalam bentuk perencanaan bisnis retail dimana di bahas dan dianalisa secara mendalam mengenai rencana bisnis retail dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan. Perencanaan Bisnis Retail ini bisa disamakan dengan blue print bisnis retail.
3. Pengembangan Manajemen Usaha Retail (Retail Business Development)
Dalam pengembangan manajemen retail kami memberikan konsultasi dan training manajemen retail yang dilakukan oleh konsultan kami yang berpengalaman di bidang masing-masing yaitu:
a. Sistem Manajemen Retail
Mencakup dukungan dalam berbagai aspek manajemen retail, meliputi:
Strategi retail menekankan untuk memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan. Strategi retail meliputi penentuan target pasar, sifat barang dan jasa yang ditawarkan,dan bagaimana retail memperoleh keuntungan jangkan panjang dari para pesaingnya. Bagian kebutuhan strategi dalam strategi retail antara lain strategi pasar, strategi keuangan, strategi lokasi, struktur organisasi dan sumber daya manusia.

Aspek pemasaran dalam retail meliputi:
1. Definisi strategi pemasaran retail
2. Pemahaman terhadap target pasar bila dikaitkan dengan pilihan terhadap format retail
3. Bagaimana retail dapat membangun strategi keunggulan bersaing yang berkelanjutan
4. Tahapan dalam mengembangkan strategi pemasara
Kebijakan Harga dalam Perdagangan Ritel
Bisnis ritel di Indonesia merupakan bidang usaha yang tengah berkembang pesat yang sarat dengan issue serta masalah lingkungan bisnis dan pola operasinya (environment and operational) terutama sejak dibukanya pasar dalam negeri bagi masuknya ritel modern asing. Dalam perkembangannya sampai dengan tahun 2008, bisnis ritel tersebut mengalami peningkatan terutama terjadi dalam format ritel kategori Hypermarket dan Minimarket, diikuti oleh Supermarket, Convenience Store dan Traditional Grocery Stores, sementara Warehouse Clubs relatif statis dibandingkan dengan format ritel lainnya. Kehadiran hypermarket asing seperti Carrefour, Giant, Hypermart, Makro dan format ritel lainnya telah menciptakan persaingan tajam dengan ritel modern lokal dan pasar tradisional Mereka secara ekspansif mengembangkan jaringan di ibukota provinsi/kabupaten dan memiliki kekuatan dominan dalam menguasai sumber pasokan barang sehingga harga barang dapat dikontrol dan ekpektasi konsumen terhadap ritel modern semakin meningkat.
Berkembangnya ritel modern tersebut, di satu sisi memberi peluang bagi pemasok untuk memasarkan produknya ke dalam jaringan ritel modern, sementara di sisi lain terjadi persaingan yang semakin ketat antar pemasok untuk merebut akses jaringan ritel besar. Kondisi ini tentunya akan berdampak yaitu tersisihnya pemasok usaha kecil menengah (UKM) apalagi bila tanpa pemberdayaan.
Sejalan dengan perkembangan ritel modern dan potensi UKM di sektor perdagangan tersebut, pemerintah telah mengambil kebijakan untuk membangun partisipasi UKM dalam bisnis ritel dengan upaya mengembangkan hubungan kerjasama usaha (kemitraan) antara keduanya yang bertujuan agar aktivitas dan hubungan usaha antar ritel tersebut dapat berjalan harmonis dalam arti terciptanya hubungan saling menguntungkan antara ritel besar dengan pemasok terutama pemasok UKM. Namun issue yang berkembang selama ini bahwa UKM pemasok sulit untuk memperoleh peluang mengembangkan pemasaran produknya di dalam jaringan ritel besar karena keternbatasan kemampuan UKM untuk memenuhi berbagai prosedur dan persyaratan perdagangan yang ditetapkan oleh ritel modern
Memperhatikan kondisi dan perkembangan bisnis ritel yang semakin berkembang yang ditunjang oleh berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah khususnya kebijakan yang berhubungan dengan kemitraan usaha dan perilaku ritel modern dalam menerapkan berbagai persyaratan perdagangan serta keterbatasan UKM pemasok untuk mengakses kebijakan dan persyaratan perdagangan tersebut, maka “ Kajian Pemasaran Produk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Melalui Jaringan Retail Besar”, penting untuk dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar